KONTROVERSI PEMAKAIAN HIJAB PASKIBRAKA DALAM KACAMATA HUKUM
Oleh: KURNIADI ARIS, SH,.MH,.MM ADVOKAT/PENGACARA- KONSULTAN HUKUM/MAJLIS HUKUM PW MUHAMMADIYAH PROVINSI JAMBI Aturan pakaian Paskibraka 202...
Oleh: KURNIADI ARIS, SH,.MH,.MM ADVOKAT/PENGACARA-
KONSULTAN HUKUM/MAJLIS HUKUM PW MUHAMMADIYAH PROVINSI JAMBI |
Aturan pakaian Paskibraka 2024 tertuang dalam Surat Edaran Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan BPIP Nomor 1 Tahun 2024. Surat edaran itu mengatur tentang pembentukan pasukan pengibar bendera pusaka tingkat kabupaten/kota dan provinsi tahun 2024. Selanjutnya ada himbauan untuk penyeragaman pasukan pengibar bendera khususnya perempuan agar tidak menggunakan jilbab agar terjadinya keseragaman. Tentu hal ini memantik polemik dan melahirkan diskursus dalam opini masyarakat.
Jika dilihat dari kacamata hukum, Hans Kelsen dalam stufenbau theori, menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar (grundnorm). Jika ditarik dalam praktek ketatanegaraan Indonesia Stufenbau teori hans kelasen dikenal degan hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU No 12 tahun 2011. Adapun hirarki perundang-undangan di Indonesia adalah:
1. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR)
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
4. Peraturan Pemerintah (PP)
5. Peraturan Presiden (Perpres)
6. Peraturan Daerah Provinsi.
7. Peraturan Darah Kabupaten/Kota
Dalam konsep hukum diberlakukan asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori atau hukum yang umum akan mengalahkan hukum yang khusus, artinya hukum yang lebih tinggi akan mengalahkan hukum yang peringkatnya lebih rendah, kongkritnya semua undang-undang yang ada di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan UUD. Selanjutnya UUD 1945 adalah manifestasi atau terjemahan dari sila-sila yang ada dalam Pancasila yang merupakan cita-cita bangsa Indonesia. Terkait dengan itu sila pertama Pancasila adalah ketuhanan yang maha esa, jika disandingkan dengan nilai Pancasila seoranng muslim dijamin dalam menjalankan syariat agama Islam sesuai dengan sila pertama dalam Pancasila. Termasuk pemakaian jilab bagi seorang muslimah adalah dalam rangka menjalankan syariat Islam, dalam AL Quran Surah Al Ahzab ayat 59 ada perintah yang tegas tentang pemakaian jilbab yang berbunyi “Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Maka tegas pemakaian Jilbab merupakan hak bagi seorang muslimah bahkan yang mayoritas non muslim seperti Inggris memberikan kebebasan wanita untuk memakai jilbab, selaras dengan itu dalam praktek bernegara di Indonesia hak menjalankan syariat Islam dilindungi dalam sila pertama Pancasila. Anomalinya jika ada perintah untuk melepaskan pemakaian jilbab malah itulah tindakan yang bertentangan dengan Pancasila dan patut dipertanyakan apa dasar perintahnya menurut undang-undang dan Pancasila sungguhpun itu perintah dari Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) karena patut di curigai itu adalah bentuk nyata penyelewengan nilai-nilai Pancasila dan sekaligus mengkebiri hak seorang Muslimah. Karena Pancasila sendiri telah menjamin umat Islam untuk menjalankan perintah syariat agama Islam. Maka pemakaian hijab sudah jelas Rule Of Game dimana atur dan kepastian hukumnya sudah jelas dan tegas.Selanjutnya sesuatu aturan yang sudah jelas dan tegas tidak bisa ditafsir-tafsirkan lagi (in claris non fit interpretario)