Dakwah Politik: Tafsir atas Pemikiran Buya Hamka
Arifman Kepala TPQ Bustanuddin Buya Hamka, atau nama lengkapnya Haji Abdul Malik Karim Amrullah, adalah salah satu ulama, sastrawan, dan int...
Arifman Kepala TPQ Bustanuddin |
1. Konsep Dakwah dalam Pandangan Buya Hamka
Dakwah bagi Buya Hamka adalah salah satu kewajiban utama bagi setiap Muslim, sebagai bentuk implementasi dari perintah Al-Quran. Ia meyakini bahwa dakwah tidak hanya terbatas pada aspek keagamaan dan spiritual, tetapi juga mencakup seluruh dimensi kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Buya Hamka menegaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur semua aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, dakwah harus mencakup semua dimensi tersebut.
Dalam karyanya, seperti tafsir Al-Azhar, Buya Hamka sering kali menekankan pentingnya akhlak dan moralitas dalam dakwah. Baginya, dakwah bukan sekadar menyampaikan pesan, tetapi juga memperlihatkan contoh teladan melalui tindakan yang nyata. Di sini terlihat bahwa bagi Hamka, dakwah dan perbuatan harus sejalan. Dakwah tanpa keteladanan akhlak hanya akan menjadi kosong dan kehilangan esensinya.
2. Hubungan Dakwah dan Politik dalam Pemikiran Buya Hamka
Salah satu aspek penting dalam pemikiran Buya Hamka adalah bagaimana ia memandang politik dalam konteks dakwah. Menurut Hamka, politik merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan mulia dari dakwah Islam. Buya Hamka menolak dikotomi antara agama dan politik yang banyak diadopsi oleh masyarakat modern. Baginya, politik adalah alat yang dapat digunakan untuk menegakkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hamka juga menekankan bahwa politik dalam Islam harus bersifat etis dan bermoral. Politik, jika dilakukan dengan benar, bisa menjadi media untuk memperjuangkan keadilan, kesejahteraan, dan kebenaran yang merupakan bagian dari ajaran Islam. Dalam hal ini, Buya Hamka mengutip banyak peristiwa dalam sejarah Islam, terutama perjuangan Rasulullah SAW dan para sahabat dalam menegakkan kebenaran dan keadilan melalui pendekatan politik.
Namun, Buya Hamka juga mengingatkan akan bahaya politik yang tidak bermoral. Politik yang hanya berorientasi pada kekuasaan dan keuntungan pribadi akan merusak tujuan dakwah. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menjaga akhlak dalam berpolitik. Bagi Hamka, seorang politisi Muslim harus menempatkan kepentingan umat dan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
3. Kritis Atas Politik Praktis
Meski Hamka mendukung keterlibatan Muslim dalam politik, ia juga sangat kritis terhadap apa yang disebutnya sebagai politik praktis, yaitu politik yang penuh dengan intrik, manipulasi, dan korupsi. Dalam beberapa tulisannya, Buya Hamka menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap cara-cara tidak etis yang sering ditempuh oleh para politisi untuk mencapai kekuasaan.
Dalam salah satu ceramahnya, Hamka bahkan mengatakan bahwa jika politik hanya bertujuan untuk kekuasaan semata tanpa memperhatikan moralitas dan etika, maka politik tersebut tidak lebih dari sekadar alat untuk menindas dan mengeksploitasi rakyat. Oleh karena itu, Hamka selalu mendorong umat Islam untuk terlibat dalam politik yang benar, yaitu politik yang berlandaskan pada keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan bersama.
4. Tafsir Politik Buya Hamka dalam Konteks Modern
Pemikiran Buya Hamka mengenai dakwah dan politik tetap relevan dalam konteks dunia modern. Di tengah dinamika politik yang semakin kompleks, banyak umat Islam yang masih memperdebatkan apakah agama dan politik harus dipisahkan atau disatukan. Dalam pandangan Buya Hamka, pemisahan ini tidaklah sesuai dengan ajaran Islam yang komprehensif dan universal.
Namun, tantangan yang dihadapi oleh umat Islam hari ini adalah bagaimana menerjemahkan nilai-nilai Islam dalam ruang politik yang plural dan demokratis. Buya Hamka memberikan fondasi bahwa dakwah politik harus selalu bermuara pada nilai-nilai etika dan akhlak. Politik bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk mencapai tujuan dakwah yang lebih luas, yaitu terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Di era sekarang, interpretasi pemikiran Buya Hamka dapat dijadikan acuan bagi para pemimpin Muslim untuk memperjuangkan keadilan sosial dan kesejahteraan umat dengan tetap menjaga integritas moral dalam berpolitik. Dakwah politik yang diusung Hamka adalah dakwah yang berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran, bukan kekuasaan semata.
Kesimpulan
Buya Hamka telah mewariskan pemikiran yang mendalam tentang hubungan antara dakwah dan politik. Baginya, dakwah tidak bisa dilepaskan dari politik, karena politik adalah sarana untuk menegakkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun, politik dalam Islam harus selalu didasarkan pada prinsip-prinsip moral dan etika. Kritik Hamka terhadap politik praktis yang korup menjadi pengingat bagi kita semua bahwa kekuasaan harus digunakan untuk kemaslahatan umat, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Pemikiran Buya Hamka tentang dakwah politik memberikan arah yang jelas bagi umat Islam dalam menghadapi dinamika politik modern. Dakwah yang sejati adalah dakwah yang memperjuangkan keadilan dan kebenaran, serta menolak segala bentuk ketidakadilan dan penindasan. Tafsir atas pemikiran ini membawa pesan bahwa umat Islam harus tetap terlibat dalam politik, tetapi dengan selalu menjaga integritas moral dan akhlak dalam setiap langkah yang diambil.