Menjaga Adab dalam Pilkada: Mewujudkan Demokrasi yang Beretika dan Bermartabat
Oleh: Veni Oktaviana, S.H Alumni Sekolah Politik Amanat Institut 2021 Pilkada merupakan manifestasi demokrasi, di mana rakyat memilih pemimp...
Oleh: Veni Oktaviana, S.H Alumni Sekolah Politik Amanat Institut 2021 |
Adab dalam pilkada mencakup bagaimana setiap individu, baik calon pemimpin maupun masyarakat, bersikap dan bertutur kata dengan santun. Perbedaan pandangan dan pilihan politik seharusnya tidak menjadi alasan untuk merendahkan pihak lain atau merusak tatanan sosial. Justru, dalam perbedaan itulah kita harus mengedepankan penghormatan dan toleransi. Pilkada adalah tentang membangun masa depan bersama, bukan merusak persaudaraan.
Sayangnya, dalam beberapa kesempatan, pilkada justru diwarnai ujaran kebencian, fitnah, dan provokasi. Hal ini menunjukkan bahwa kita belum sepenuhnya memahami bahwa esensi demokrasi adalah dialog, bukan konflik. Demokrasi yang sehat hanya bisa tumbuh dalam budaya politik yang menjunjung tinggi adab. Jika kita ingin menciptakan masa depan yang lebih baik, maka prosesnya harus dimulai dengan sikap yang baik pula.
Pemimpin yang lahir dari proses pilkada yang mengedepankan adab akan memiliki legitimasi moral yang lebih kuat. Mereka akan diingat bukan hanya karena janji-janji politik, tetapi juga karena cara mereka menghormati lawan, memelihara persatuan, dan memberikan teladan bagi para pendukungnya. Bagi masyarakat, mengutamakan adab dalam pilkada berarti menjaga harmoni sosial dan membangun demokrasi yang lebih matang.
Menurut saya, pilkada harus menjadi ajang pembuktian bahwa bangsa ini mampu berpolitik dengan adab, di mana perbedaan dirayakan, bukan dijadikan alasan untuk berkonflik. Hanya dengan cara inilah kita dapat memastikan bahwa demokrasi bukan sekadar prosedur elektoral, tetapi juga menjadi fondasi etika dalam kehidupan berbangsa.