Muhammadiyah di Antara Sekularisme, Wahabisme, dan Salafisme

  Arifman Kepala TPQ Bustanuddin Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan p...

 

Arifman
Kepala TPQ Bustanuddin

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912. Dengan visi untuk kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah, Muhammadiyah memainkan peran penting dalam pembaruan Islam di Indonesia. Namun, posisi Muhammadiyah sering kali dipertanyakan ketika dikaitkan dengan ideologi lain seperti sekularisme, Wahabisme, dan Salafisme. Untuk memahami lebih dalam, mari kita bahas hubungan dan perbedaan Muhammadiyah dengan tiga konsep tersebut.

Muhammadiyah dan Sekularisme

Sekularisme adalah pandangan yang memisahkan agama dari urusan publik, terutama politik dan pemerintahan. Di Indonesia, sekularisme sering dikaitkan dengan upaya menjaga netralitas negara terhadap semua agama.

Muhammadiyah tidak mendukung sekularisme dalam pengertian pemisahan total agama dan negara. Namun, Muhammadiyah juga tidak mengusulkan negara agama. Sebaliknya, Muhammadiyah mendorong penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa mendirikan negara Islam. Prinsip ini dikenal dengan istilah Darul Ahdi wa Syahadah, yang mengacu pada kesepakatan bersama untuk membangun bangsa yang adil dan sejahtera dalam kerangka Pancasila. Dengan demikian, Muhammadiyah mengambil posisi moderat yang tetap mempertahankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan publik tanpa mengorbankan kerukunan nasional.

Muhammadiyah dan Wahabisme

Wahabisme adalah gerakan Islam yang lahir di Arab Saudi pada abad ke-18 melalui Muhammad bin Abdul Wahhab. Gerakan ini dikenal dengan pendekatan teologis yang sangat puritan, menghapus praktik-praktik yang dianggap bid'ah, dan menekankan pemurnian tauhid.

Sekilas, Muhammadiyah dan Wahabisme memiliki kesamaan dalam hal pemurnian ajaran Islam dan penolakan terhadap bid'ah. Namun, pendekatan keduanya berbeda. Muhammadiyah mengadopsi pendekatan yang lebih kontekstual, memperhatikan budaya lokal dan realitas sosial Indonesia. Muhammadiyah tidak sekadar memurnikan ajaran Islam, tetapi juga berusaha memadukan nilai-nilai Islam dengan kebutuhan modern, seperti pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Berbeda dengan Wahabisme yang sering dikritik karena rigiditasnya, Muhammadiyah menunjukkan fleksibilitas dalam berinteraksi dengan budaya dan tradisi selama tidak bertentangan dengan prinsip syariat.

Muhammadiyah dan Salafisme

Salafisme merujuk pada gerakan Islam yang berusaha meniru kehidupan para salafus salih (generasi pertama umat Islam). Gerakan ini menekankan pada keautentikan ajaran Islam sebagaimana dipahami oleh Rasulullah dan para sahabat.

Walaupun Muhammadiyah dan Salafisme sama-sama berkomitmen pada Al-Qur'an dan Sunnah, pendekatan keduanya tidak identik. Muhammadiyah menggabungkan pemahaman salafi dengan pemikiran rasional dan modern. Pendekatan ini terlihat dalam penerapan metode ijtihad Muhammadiyah yang progresif, seperti dalam bidang pendidikan, teknologi, dan sosial. Sementara itu, sebagian besar Salafi cenderung memiliki pendekatan yang lebih literal dan konservatif dalam menafsirkan teks-teks agama.

Selain itu, Muhammadiyah juga berbeda dalam hal sikap terhadap politik. Sebagian kelompok Salafi memilih untuk menjauhi politik praktis, sementara Muhammadiyah aktif dalam berkontribusi pada pembangunan bangsa melalui advokasi kebijakan dan pembinaan masyarakat.

Kesimpulan

Posisi Muhammadiyah di antara sekularisme, Wahabisme, dan Salafisme mencerminkan keunikan organisasi ini sebagai gerakan Islam modernis yang moderat. Muhammadiyah menolak sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan publik, tetapi juga tidak sepenuhnya mengadopsi gaya Wahabisme yang rigid atau Salafisme yang literal. Muhammadiyah memilih jalan tengah dengan menekankan pentingnya pemurnian ajaran Islam sekaligus adaptasi terhadap kebutuhan zaman.

Melalui pendekatan ini, Muhammadiyah telah berhasil membangun peradaban Islam yang inklusif, kontekstual, dan berorientasi pada kemajuan, sesuai dengan tantangan masyarakat Indonesia yang plural dan dinamis.

Related

Opini 8677667406702243297

Terbaru

Hot in week

Komentar

item