Buruh, Data dalam Laporan Bukan Nyawa di Lapangan!

AS Agusta, S.IP., M.A.             Akademisi  Menyambut hari buruh... Pada ranah administrasi modern segala sesuatu harus terdata, terukur d...

AS Agusta, S.IP., M.A. 
           Akademisi 
Menyambut hari buruh... Pada ranah administrasi modern segala sesuatu harus terdata, terukur dan terdokumentasi secara terstruktur. Data sendiri merupakan suatu bentuk informasi mentah yang belum di olah, dari data inilah seseorang bisa mengukur sejauh mana tingkat pemahaman pada satu persoalan. Tidak ada manusia yang berpikir tanpa ia memiliki data sebagai langkah awal dalam memproses, memimpin, atau mengurus diri pribadi, komunitas, lembaga atau organisasi sekalipun. Semua ini tentunya diolah oleh manusia, terutama buruh, mereka adalah entitas administratif yang tercantum dalam tabel Excel, dibubuhkan dalam laporan kinerja, dan disebut sepintas dalam rapat evaluasi. Jika mereka produktif, maka grafik naik. Jika mereka sakit, tinggal diklik "cuti". 

Sederhana, bukan? Namun dibalik kesederhanaan itu terdapat ironi yang mendalam, buruh lebih dimanfaatkan sebagai objek pengelolaan daripada subjek pembangunan. Begitupula kalau kita lanjut dalam menelaah bahwa sistem informasi ketenagakerjaan buruh memiliki nama yang tercatat namun suara mereka kerap tidak terdengar, yang terdengar hanya suara manajer SDM yang fasih berbicara tentang "capital" namun ia melupakan bahwa capital itu bernapas, lapar dan punya anak-anak yang harus dibesarkan dan dicukupi kebutuhan primer dan sekundernya. 

Administrasi publik yang ideal seharusnya mengintegrasikan kedua sisi yakni efisiensi dan empati. Kita tidak hanya bisa memandang buruh sebagai input produksi semata sebagaimana yang dikritik oleh Herbert Simon (1997), pengambilan keputusan administrasi cenderung mengabaikan aspek emosional dan etik demi rasionalitas teknokratik. Buruh masuk ke dalam sistem sebagai nomor induk, jam kerja, dan tingkat absensi. Bahkan di era digitalisasi SDM, sistem Enterprise Resource Planning (ERP) kini dapat menghitung produktivitas buruh per jam, tetapi tidak bisa mendeteksi tekanan psikologis akibat lembur terus-menerus. Informasi tersedia, tetapi makna kemanusiaan hilang. 

Pemerintah dan pengusaha pada umumnya bangga ketika menyebutkan "penyerapan tenaga kerja tahun ke tahun," dilihat secara menyeluruh hal ini benar adanya dimana penyerapan itu sampai ke tulangnya. Sistem ketenaga kerjaan rapi penuh angka buruhpun menjadi barisan 20an dalam tabel. Namun ketika mereka mogok kerja maka sistem menyebutnya "gangguan operasional" bukan "jeritan keadilan." Bahkan beberapa perusahaan membuat key performance indicator tentang kesejahteraan pekerja tanpa pernah bertanya langsung kepada pekerjanya. Sebab dunia informasi birokrasi buruh tidak perlu bersuara cukup klik checkbox. Saat gonjang-ganjing ini selalu terulang maka ada satu kata yang harus ditanamkan dalam jiwa yakni "lawan". Perlawanan yang dimaksudkan dengan menginstal ulang sistem administrasi dan informasi yang mutakhir, bukan dengan software terbaru, tetapi dengan kesadaran sosial terbaru. Pada dasarnya prinsip good governance ini menekankan akuntabilitas, transparasi, dan partisipasi. Namun ketika buruh tidak dimintai suara dalam kebijakan internal, maka sistem tersebut menjadi governance tanpa god. 

Administrasi publik dan informasi manajemen harus bergeser dari sekedar alat menjadi sarana pemberdayaan. Pendekatan Human Centered Design (IDEO, 2015) seharusnya menjadi acuan untuk melihat buruh sebagai manusia, bukan variabel. Buruh bukan sekedar bagian dari data statistik angkatan kerja mereka adalah denyut sosial dan ekonomi bangsa, namun ketika sistem administrasi kita selalu menjadikan mereka kolom dalam setiap laporan maka kita sedang membangun peradaban digital yang menghilangkan nilai-nilai fundamental kemanusiaan yang hakiki. Sehebat apapun dashboard analitik yang kita miliki, ia tidak akan pernah bisa menampilkan air mata pekerja yang pulang terlalu larut untuk melihat anaknya tertidur. Jika sistem informasi dan administrasi mampu membuka ruang lebih luas bagi buruh, maka kita dipastikan bukan hanya membangun organisasi modern melainkan kita membangun peradaban yang beradab.

Related

News 3557138074309505467

Terbaru

Hot in week

Komentar

item