Islam sebagai Way of Life dalam Kehidupan Sosial
AS Agusta, S.IP, M.A. Akademisi Dalam kehidupan abad saat ini manusia tidak hanya sebatas fisik semata namun berkembang dunia virtual sebaga...

![]() |
AS Agusta, S.IP, M.A. Akademisi |
Dalam kehidupan abad saat ini manusia tidak hanya sebatas fisik semata namun berkembang dunia virtual sebagai bentuk transisi dari kehidupan sosial bermasyarakat bagi setiap individu. Hal ini tentunya merekonstruksi suatu gejolak dimana suara lebih di hargai dari makna, dan sorotan lebih dihargai dari pada ketulusan. Sebagai seorang muslim tentunya kita menghadapi tantangan yang begitu besar sehingga harus ada perenungan bagi kita "sejauh manakah nilai-nilai keislaman menjadi way of life bukan hanya sebagai label identitas pada secarik kertas."
Islam, saat awal diturunkan Informasi yang termuat bukan hanya sebagai ritual pribadi, namun membangun sebuah peradaban yang hidup, hidup yang di maksud dalam pesan utama yakni menghidupkan akal, menenangkan jiwa, menggerakkan hati dan membentuk tatanan sosial yang adil serta rahmatan Lil 'alamin. Informasi yang disampaikan oleh Islam bukan hanya untuk sajadah, tapi juga untuk jalanan. Bukan hanya untuk surau, tapi juga untuk ruang rapat, pasar, lembaga, bahkan sosial media.
Kita tidak cukup untuk lantang berseru soal ukhuwah, tapi enggan bersalaman dengan mereka yang berbeda pendapat. Adapula yang berapi-api dalam pengajian, tapi memarahi tukang parkir, seperti tidak pernah diajarkan adab oleh rasul.
Apakah ini yang kita maknai sebagai Islam way of life, atau sebagai jalan pintas untuk kepentingan pribadi, kelompok, suku, atau golongan sendiri untuk menguasai sendiri tanpa melihat potensi yang lain?
Mari kita renungkan bersama, Islam way of life sejatinya tidak mengakui akan suatu konflik dalam kehidupan spiritual dan kehidupan duniawi, domain kehidupan keseharian seorang muslim tidak membatasi diri hanya dalam satu konsep saja, konsep kehidupan yang menjadi landasan hidup ialah menjalankan apa yang telah digariskan kepadanya baik hubungan dengan pencipta maupun hubungan dengan kehidupan duniawi. Domain ini tentunya meluas keseluruh kehidupan, sehingga memandang kehidupan duniawi sama halnya dengan memandang kehidupan ukhrawi dimana kesuksesan hidup dunia menjadi suatu indikator akan kesuksesan dan keselamatan di akhirat.
Menyeimbangkan ini akan menciptakan kehidupan yang bermakna penuh dengan hikmah dalam urusan pribadi dengan pencipta dan dengan alam semesta. Adanya keseimbangan didalam menjalankan kehidupan maka seorang mukmin bisa membentuk kehidupannya dari tatanan sosial lebih produktif yang berlandaskan pada nilai tauhid dan akhlak terpuji.
Pendekatan ini menggambarkan suatu bahasan moral, sosial, sistem politik, ekonomi dan sebagainya pada abad transformasi saat ini dalam lingkup multi subjektif, lingkup inilah kita membutuhkan suatu kebijaksanaan untuk menyikapi segala macam persoalan terlebih dalam ranah society maupun organisasi, jikalau kita nyatakan Islam way of life maka tidak ada rasa baper, tidak ada rasa cuek, apa lagi rasa keakuan.
Muhammad Ismail dalam kitab Al Fikrul al Islamy pernah menyatakan Islam itu ialah sebuah pola hidup yang khas, kekhasannya berbeda dari pola hidup yang lain, Islam berbeda dengan agama lain, Islam berbeda dengan paham yang lain yang dibuat oleh manusia. Islam juga berbeda dengan sekularisme..., dalam konteks ini maka wajib bagi kita untuk menerapkan Islam dalam kehidupan keseharian tanpa ada baper yang berlebihan kepada yang berbeda.
Kini, saat dunia diliputi ketegangan, polarisasi, dan egosentrisme yang menyamar dalam balutan dalil, sudah waktunya kita kembali pada Islam yang menghadirkan kesejukan, bukan kegaduhan, yang memelihara kejujuran, bukan memburu tepuk tangan, dan yang menyatukan, bukan sekadar memenangkan debat. Karena sejatinya, Islam bukan hanya untuk dikagumi tetapi untuk dihayati, diamalkan, dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh semesta.
Dalam pesan terahir tulisan ini saya ingin menyampaikan bahwa cepat atau lambat kita akan berhadapan dengan sang Pencipta untuk mempertanggungjawabkan semua yang telah kita perbuat, maka sebelum waktu itu datang penting bagi kita untuk terus merekonstruksi kesalehan sosial dengan berpedoman pada nilai-nilai luhur Islam. Tetaplah belajar untuk belajar sepanjang hayat.